Sabtu, 14 Februari 2015

► Al Qur’an Soal Keberadaan Allah, Apakah Allah Berada di Langit, di Arsy atau di Mana?


___1001seputaragamaislam.blogspot.com___

Benarkah Al Qur’an menyatakan Allah berada di langit atau di arsy secara fisik berdasar bunyi tekstual Al Qur’an? Sebagian umat Islam selalu menyangka berdasar dalil bahwa Al Quran menyatakan Allah berada di atas arsy dan atau di atas langit.
Sangkaan mereka yang kemudian mejadi dasar aqidah / keyakinan Allah bertempat di langit secara zat / fisik, ini bermula dari pemahaman tekstual terhadap Al Qur’an Surat [20] Thaahaa - ayat 5 :

ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﺍﺳْﺘَﻮَﻯ

“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas ‘Arsy.” … dan ayat semisalnya, kemudian menyimpulkan bahwa Allah berada di atas `arsy atau berada di atas langit.

Jikalau secara tekstual titik tolak memahaminya, mari kita perhatikan sebagian ayat- ayat Al Qur`an di bawah ini dan kita pahami secara tekstual juga.
Apakah ayat-ayat berikut singkron dengan pemahaman tekstual sebagian umat Islam atau justru terjadi kotradiksi? Ingat, pahami secara tekstual tanpa takwil ya?

Keberadaan Allah Menurut Beberapa Ayat Al Qur’an

1. Al Qur’an Surat [16] An Nahal - ayat : 128

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻣَﻊَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺗَّﻘَﻮﺍْ ﻭَّﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻫُﻢ ﻣُّﺤْﺴِﻨُﻮﻥ

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”

2. Al Qur’an Surat [29] Al Ankabut - ayat : 69

ﻭَﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﻤَﻊَ ﺍﻟْﻤُﺤْﺴِﻨِﻴﻦَ

“Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”

Jika kita lihat 2 ayat di atas secara tekstual, maka akan kita pahami bahwa Allah secara zat / fisik bersama mereka yang bertaqwa dan berbuat baik. Berarti Allah turun dari `arsy?!

3. Al Qur’an Surat [57] Al Hadid - ayat : 4

ﻫُﻮَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺧَﻠَﻖَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽَ ﻓِﻲ ﺳِﺘَّﺔِ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﺛُﻢَّ ﺍﺳْﺘَﻮَﻯﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣَﺎ ﻳَﻠِﺞُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻭَﻣَﺎ ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﻣَﺎﻳَﻨﺰِﻝُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀ ﻭَﻣَﺎ ﻳَﻌْﺮُﺝُ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻭَﻫُﻮَ ﻣَﻌَﻜُﻢْ ﺃَﻳْﻦَ ﻣَﺎ ﻛُﻨﺘُﻢْ

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.”

Pada satu ayat yang sama Allah menyatakan bahwa Allah berada di atas `arsy dan di akhir ayat Allah menyatakan bahwa Allah berada bersama hamba-NYA di mana saja hamba-NYA berada.

4. Al Qur’an Surat [58] Al Mujadilaah - ayat : 7

ﺃَﻟَﻢْ ﺗَﺮَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻣَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﻣَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻣَﺎﻳَﻜُﻮﻥُ ﻣِﻦ ﻧَّﺠْﻮَﻯ ﺛَﻠَﺎﺛَﺔٍ ﺇِﻟَّﺎ ﻫُﻮَ ﺭَﺍﺑِﻌُﻬُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺧَﻤْﺴَﺔٍ ﺇِﻟَّﺎ ﻫُﻮَ
ﺳَﺎﺩِﺳُﻬُﻢْ ﻭَﻟَﺎ ﺃَﺩْﻧَﻰ ﻣِﻦ ﺫَﻟِﻚَ ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺇِﻟَّﺎ ﻫُﻮَ ﻣَﻌَﻬُﻢْ ﺃَﻳْﻦَ ﻣَﺎﻛَﺎﻧُﻮﺍ

“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang,melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada.”

Jikalau kita pahami secara tekstual Allah adalah sosok ke 4 diantara 3 orang dan Allah adalah sosok yang ke 6 diantara 5 orang yang berbicara. Dan Allah bersama mereka di mana saja mereka berada.

5. Al Qur’an Surat [2] Al Baqarah – ayat : 186

ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺳَﺄَﻟَﻚَ ﻋِﺒَﺎﺩِﻱ ﻋَﻨِّﻲ ﻓَﺈِﻧِّﻲ ﻗَﺮِﻳﺐٌ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.”

6. Al Qur’an Surat [50] Qaaf – ayat : 16

ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﺃَﻗْﺮَﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻣِﻦْ ﺣَﺒْﻞِ ﺍﻟْﻮَﺭِﻳﺪِ

“Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya,”

7. Al Qur’an Surat [56] Al Waqi`ah – ayat : 85

ﻭَﻧَﺤْﻦُ ﺃَﻗْﺮَﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻣِﻨﻜُﻢْ ﻭَﻟَﻜِﻦ ﻟَّﺎ ﺗُﺒْﺼِﺮُﻭﻥَ

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat.”

Jikalau kita pahami secara tekstual 3 ayat di atas, maka Allah sangat dekat sekali dengan kita, bagaimana mungkin berada di atas `arsy yang jauh dari kita, bahkan kita tidak tahu `arsy itu sendiri di mana. Langit itu sendiri entah di mana, yang jelas nun jauh lebih jauh dari pandangan mata kita!

8. Al Qur’an Surat [6] Al An`am – ayat : 3

ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟﻠّﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ

“Dan Dialah Allah, baik di langit maupun di bumi,”

9. Al Qur’an Surat [43] Al Zukhruf – ayat : 84

ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀ ﺇِﻟَﻪٌ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺇِﻟَﻪٌ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟْﺤَﻜِﻴﻢُ ﺍﻟْﻌَﻠِﻴﻢُ

“Dan Dia-lah Tuhan di langit dan Tuhan di bumi dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”


Bukankah dua ayat di atas menjelaskan bahwa Allah ada di langit dan di bumi, bukan hanya di langit saja atau di atas `arsy!

10. Al Qur’an Surat [96] Al `Alaq – ayat : 19

ﻛَﻠَّﺎ ﻟَﺎ ﺗُﻄِﻌْﻪُ ﻭَﺍﺳْﺠُﺪْ ﻭَﺍﻗْﺘَﺮِﺏْ

“Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan),”

Bukankah Allah menyuruh kita bersujud kemudian mendekat kepada-Nya? Jika dipahami secara tekstual dan fisikal, apakah mungkin kita disuruh sujud dan disuruh mendekat sementara Allah berada jauh di atas arsy atau di atas langit?!

11. Al Qur’an [19] Surat Maryam – ayat : 52

ﻭَﻧَﺎﺩَﻳْﻨَﺎﻩُ ﻣِﻦ ﺟَﺎﻧِﺐِ ﺍﻟﻄُّﻮﺭِ ﺍﻟْﺄَﻳْﻤَﻦِ

“Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung Thur.”

12. Al Qur’an Surat [28] Al Qashash – ayat : 30

ﻧُﻮﺩِﻱ ﻣِﻦ ﺷَﺎﻃِﺊِ ﺍﻟْﻮَﺍﺩِﻱ ﺍﻟْﺄَﻳْﻤَﻦِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺒُﻘْﻌَﺔِ ﺍﻟْﻤُﺒَﺎﺭَﻛَﺔِ ﻣِﻦَﺍﻟﺸَّﺠَﺮَﺓِ ﺃَﻥ ﻳَﺎ ﻣُﻮﺳَﻰ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﻧَﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺭَﺏُّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ

“Diserulah dia dari (arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu, yaitu: “Wahai Musa, sesungguhnya aku adalah Allah, Tuhan semesta alam,”

Pada dua ayat di atas dari mana kah Allah menyeru Nabi Musa?! Apakah Allah menyeru dari langit atau dari aats `arsy ?

13. Al Qur’an Surat [2] Al Baqarah  - ayat : 115

ﻓَﺄَﻳْﻨَﻤَﺎ ﺗُﻮَﻟُّﻮﺍْ ﻓَﺜَﻢَّ ﻭَﺟْﻪُ ﺍﻟﻠّﻪِ

“Maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah.”

Dalam ayat diaatas jika dipahami secara tekstual maka ke manapun kita menghadap, ada Allah, kita mendapati-Nya selalu, bukan hanya saat menengadahkan tangan ke langit!

14. Al Qur’an Surat [13] Al Ra`d – ayat : 2

ﺍﻟﻠّﻪُ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺭَﻓَﻊَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕِ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋَﻤَﺪٍ ﺗَﺮَﻭْﻧَﻬَﺎ ﺛُﻢَّ ﺍﺳْﺘَﻮَﻯ ﻋَﻠَﻰﺍﻟْﻌَﺮْﺵِ ﻭَﺳَﺨَّﺮَ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲَ ﻭَﺍﻟْﻘَﻤَﺮَ

“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan”

Di ayat ini baru dijelaskan bahwa Allah berada di atas arsy.

Kesimpulannya, jikalau ayat-ayat di atas dipahami keseluruhan secara tekstual, maka akan kita pahami bahwa kebanyakan ayat justru menjelaskan Allah berada di bawah… di alam ini, bukan berada di atas langit atau di atas `arsy. Meskipun sebagiannya tetap menegaskan Allah berada di langit. Ini artinya secara sekilas nampak kotradiktif tentang tempat keberadaan Allah sesungguhnya.

Saya yakin sahabat-sahabat saya tidak akan mengambil sebagian ayat al Qur`an dan mengabaikan sebagian yang lain. Karena ini bukan ciri-ciri seorang muslim yang baik, apalagi dikatakan sebagai manhaj salaf! Saya juga yakin, bahwa kita tidak akan mengambil makna secara zahirnya (makna yang langsung di pahami dari lafaz atau tekstual), karena akan menyebabkan kita menyatakan Allah berada pada beberapa tempat yang disebutkan oleh beberapa ayat Al Qur’an di atas.

 Bagaimana Memahami Keberadaan Allah

Untuk menghindari pemahaman keberadaan Allah yang kontradiksi berdasar beberapa ayat di atas, berarti tidak ada jalan lain selain dengan cara ;

1. Tafwidl (takwil ijmaly/global),
Mengimani bahwa apa yang disampaikan oleh Allah dan Rasulullah Saw adalah haq, makna yang mereka maksudkan adalah haq, dan kita tidak memaksa diri untuk mengetahuinya secara rinci, namun kita mesti menafikan makna yang dipahami secara langsung dari lafadz / tekstual.

2. Takwil tafshily (takwil secara rinci),
Memahami setiap nash yang bermakna ambigu untuk Al Khaliq dan makhluq, dengan makna yang sesuai dengan bahasa arab dan sifat yang layak bagi Allah. Karena setiap nama berasal dari bahasa atau langsung dari syariat. Tentu saja kita tidak akan melakukan takwil kepada sebagian ayat dan menghalangi sebagian ayat sesuai dengan kehendak nafsu kita.
Menurut Ibnu Al Jauzy di dalam kitab Daf`u Syubhatu Al Tasybih, kesalahan kelompok musyabihhah dan mujassimah dalam memahami sifat khabariyah, seperti tentang istiwa` , disebabkan karena ;
1. Mereka menamakan khabar-khabar dengan khabar sifat, padahal realitanya hanyalah sebagai idhafat (penyandaran). Secara kaidah dijelaskan bahwa tidak semua idhafah bermakna sifat. Perhatikanlah Allah berfirman :

ﻭﻧﻔﺨﺖ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺭﻭﺣﻰ

“Aku meniupkan kepadanya ruh-Ku”

Di sini jelas bahwa ada idhafah Allah dengan ruh. Akan tetapi tidak ada yang mengatakan bahwa Allah memiliki sifat ruh.

2. Mereka menyatakan bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan adalah hadits mutasyabihat, yang tidak diketahui makna dan maksudnya kecuali oleh Allah. Namun kemudian mereka menafsirkannya dengan makna yang zhahir! Sangat mengherankan sekali, hal yang tidak diketahui kecuali oleh Allah, akan tetapi zhahir bagi mereka!
Bukankah makna zhahir dari kalimat ﺳﺘﻮﺍﺀ (bersemayam) kecuali bermakna ﺍﻟﻘﻌﻮﺩ (duduk) ? dan kalimat ﻟﻨﺰﻭﻝ (turun) tidak dipahami, kecuali bermakna ﺍﻻﻧﺘﻘﺎﻝ (perpindahan) ?

3. Mereka kemudian menetapkan berbagai sifat bagi Allah, sedangkan sifat yang layak bagi Allah tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil yang layak untuk Zat Allah, yang bersifat qath`iy (berdsar dalil yang pasti).

4. Di dalam masalah istbat (menetapkan sifat), mereka tidak bisa membedakan, bahwa khabar ada yang bersifat khabar masyhur seperti :

ﻳﻨﺰﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺍﻟﻰ ﺳﻤﺎﺀ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ

“Allah turun ke langit dunia”.

Dan ada khabar yang tidak shahih, seperti : hadits

ﺭﺃﻳﺖ ﺭﺑﻰ ﻓﻰ ﺃﺣﺴﻦ ﺻﻮﺭﺓ .

“Aku melihat Tuhanku pada sebaik-baik bentuk.”

Akan tetapi mereka justru menetapkan sifat bagi Allah dengan hadits masyhur dan hadits yang tidak shahih ini!

5. Mereka tidak bisa membedakan antara hadits yang marfu` (bersambungan sanad) kepada Rasul Saw., dan hadits yang mauquf (terputus sanad hanya sampai) kepada sahabat dan tabi`in, namun mereka menetapkan sifat dengan kedua hadits tersebut.

6. Mereka mentakwil sebagian lafaz pada tempat-tempat tertentu, seperti hadits :

ﻭﻣﻦ ﺃﺗﺎﻧﻰ ﻳﻤﺸﻰ ﺍﺗﻴﺘﻪ ﻫﺮﻭﻟﺔ

“Dan barangsiapa yang mendatangi Ku dengan berjalan, Aku mendatanginya dengan berlari.”

Mereka mengatakan bahwa hadits ini adalah untuk menunjukkan makna Allah memberikan nikmat. Anehnya mereka tidak melakukan takwil pada tempat yang lain!
 
7. Mereka memahami hadits-hadits berdasarkan pemahaman indrawi, oleh karena itu mereka berani mengatakan : “Allah turun dengan zat-Nya (secara fisik) dan berpindah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain”, kemudian mereka mengatakan “bukan sebagaimana yang difikirkan!”

Mereka justru sudah duluan memikirkan dan membuat bingung orang- orang yang mendengar pernyataan mereka serta melumpuhkan indra dan akal mereka.

Wollohu ‘alamu bisshowab.

Oleh : Ust. Anshori Dahlan

 
 
;